TEOLOGI
PEMBEBASAN dan GERAKAN MAHASISWA
Gerakan mahasiswa pada era rezim diktator Soeharto
hingga saat ini, tidak sedikit pula yang memberikan label bahwa gerakan liberal
mulai mengembang. Stigmatisasi kaum radikal mulai menjamur pada kalangan bawah
(masyarakat biasa) dan menebarkan wahyu pemberontakan, juga hal yang sempat
menjadi mitos terbesar dalam setiap gerakan mahasiswa. Namun tidak kalah
banyaknya opini, bahwa mahasiswa Indonesia yang radikal dan progressiv dari
berbagai lingkungan sosial serta lintas kultur mulai memainkan perannya, fungsi
sosialnya melalui gerakan-gerakan pembebasan.
Linkungan sosial di Indonesia mayoritas bangsa
Indonesia yang religiusitasnya tinggi, menjadikan gerakan mahasiswa dengan misi
pembebasannya dari penindasan totaliter Soeharto mendapatkan stereotip positif.
Khususnya bagi umat Islam. Terideologisasi oleh teologi pembebasan. Tetapi di
sini tidak berupaya untuk meng-klaim, bahwa gerakan penggusuran simbol orde
baru (Soeharto) yang represif itu merupakan hasil kesadaran umat Islam yang
menjadi mayoritas di Indonesia.
Namun bila berbicara formasi sosial yang menindas
dari rezim Soeharto, berekses lebih pada pemeluk Islam dan membentuk bola salju
atas pegerakan pembebasan yang digulirkan oleh intelektual muda Indonesia merupakan
bentuk geneologis dari violence yang
dilakukan negara (state). Adanya sosial gap, kaya-miskin dan tumbuhnya konflik
horisontal adalah, anak kandung dari kebijakan pemerintah maupun negara yang
timpang. Tidak adanya pemerataan kesejahteraan sosial.
Kemiskinan absolut yang bersumber pada minimnya pertumbuhan ekonomi
dan kemiskinan relatif yang merupakan akibat pertumbuhan ekonomi, menjadi
abstraksi sosial yang nyata di Indonesia. Melalui “ideologi” pembangunan nasional,
rezim Soeharto membangun kemiskinan dan krisis multi dimensional hingga
sekarang. Kemiskinan adalah, sesuatu bisa (racun) disatu sisi dan memberi madu
pada sisi lain.
Monopoli, kolusi, korupsi dan nepotisme sedari
sang diktator Soeharto sampai saat ini merupakan komoditas yang surplus. Relasinya
dengan tekstual teologi pembebasan yang bersinggungan dengan wacana agama
sangat jelas yaitu, pembebasan aspek atau dimensi sosial dari teologi
pembebasan melarang keras adanya eksploitasi dan manipulasi diberbagai bidang,
baik secara fisik maupun psikis oleh dan/atau siapapun.
Bentangan relevansi dalam tulisan ini diberikan
dapatlah disisipkan contoh seperti, dalam bidang ekonomi praktek riba dan
monopoli yang mengedepankan nilai lebih dilarang keras (Qs. Al Baqarah 275-278). Segala bentuk zakat, infaq dan sedekah
merupakan sugesti yang baik dan benar agar manusia tidak teralienasi atas
dirinya dari lingkungan sekitarnya dan tidak mengadakan penimbunan harta yang
mengakibatkan surplus yang pada akhirnya secara langsung mengeksploitasi
manusia lainnya.
Hal lainnya yang dapat dijadikan pijakan
identifikasi nilai-nilai teologi pembebasan yaitu, manusia memiliki hak untuk
hidup, manusia memiliki hak untuk bereproduksi, manusia memiliki hak untuk
berpikir bebas dan manusia memiliki hak untuk mendapatkan keadilan. Empat
pointer ini merupakan nilai-nilai teologi pembebasan dalam ajaran agama Islam
yang mungkin juga merupakan ajaran agama-agama lain di dunia.
Ada atau tidaknya korelasi antara pergerakan kaum
intelektual muda atau mahasiswa dengan teologi pembebasan masih perlu dicari
validitasnya dan kebenarannya. Namun jikalau berbicara humanitas, yang lekat
juga dengan ajaran agama yang menjadi nilai-nilai teologi pembebasan dari
pergerakan pembebasan untuk menciptakan
perubahan sosial, yang dilancarkan mahasiswa bersama rakyat mungkin bukanlah
hubungan yang insidental pula.
Intinya perubahan harus tetap ada, apapun
alasannya dan seperti apa perubahan yang menjadi kebutuhan mahasiswa ?
Perubahan yang mendasar, Revolusi Sosial !!!
Tiga puluh dua tahun lebih
rezim Orde Baru (Soeharto sebagai personifikasi Orde Baru, serta Militer dan
Golkar sebagai manifestasi ORBA, dan berbagai kroni di ekonomi maupun di
birokrasi) berkuasa. selama itu pula berbagai tindak kejahatan dan pelanggaran
HAM dilakukan guna mempertahankan kekuasaan,dan menumpuk harta kekayaan.
Dan Ketika Reformasi digulirkan
pada 1998 ternyata tidak memberikan satu bentuk perubahan berupa apapun kepada
Rakyat negeri ini selain hanya pergantian kekuasaan di tingkat elit yang masih
merupakan kekuatan Orang-orang lama
Berbagai kasus kejahatan dan
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Rezim Orde Baru sampai saat ini tidak ada
satupun yang dapat diungkapkan dan diberikan keadilan oleh Mekanisme Hukum
Positif Negara yang merupakan mekanisme hukum buatan rezim Orde Baru.
"Ketika Mekanisme Hukum
Positif Sudah Tidak Mampu Mencerminkan Dan Memberikan Rasa Keadilan Pada
Rakyat, Maka Diperlukan Suatu Mekanisme Hulum Alternatif Yang Mampu
Memberikan Yang Hak pada Rakyat Juga Sebagai Solusi Untuk Keluar Dari Berbagai
Persoalan Bangsa Saat Ini "
* *
* * * * * * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar