Nama
: Junius Andria K
NIM : 0902055201
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika. Setiap profesi
apapun akan selalu di ikat oleh etika yang di rangkum dalam kode etik. Dokter,
pengacara, polisi merupakan sebagian profesi yang memiliki kode etik di
dalamnya. Tak terkecuali kegiatan humas maupun fungsi humas secara kelembagaan
atau pun praktisi keduanya sama-sama di ikat oleh kode etik.
Kehumasan
(humas/public relation) lahir di
Indonesia pada tahun 1950-an setelah kedaulatan republik indonesia mendapatkan
pengakuan dari Kerajaan Belanda 27 Desember 1949. Di masa itu sangat di sadari
bahwa masyarakat Indonesia perlu mengetahui fungsi dan tugas setiap kementrian
ataupun departemen jawatan, badan, lembaga dan lain-lain. Secara tidak
langsung, pemerintahan memerlukan badan atau fungsi praktisi yang dapat
berhubungan dengan masyarakat secara langsung untuk menyampaikan segenap
informasi kenegaraan tersebut.
Semakin
pesatnya teknologi komunikasi juga kebebesan pers menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi keberdaan humas atau PR di suatu negera. Seperti di Indoensia
dewasa kini yang telah mendirikan APPRI (Asosiasi
Perusahaan Public Relations Indonesia) demi mengikuti tuntutan kemajuan
peradaban yang bergerak di bidang jasa konsulatasi kehumasan
di dunia Industri sejak tanggal 10 April 1987 di Jakarta.
Untuk dapat memahami lebih dalam bagaimana etika
kehumasan dalam APPRI dengan ini makalah
Etika Kehumasan Dalam APPRI di buat.
1.2 Tujuan
Makalah ini di tujukan
kepada mahasiswa ilmu komunikasi yang saat ini
sedang belajar memahami
profesi humas di dalam APPRI. Ada banyak hal yang perlu di ketahui saat ingin
menjadi anggota atau bagian dari APPRI, bagaimana humas dalam APPRI akan
berkerja melaksanakan tugas dan kewajibannya, bagaimana mereka akan saling
menjaga etika selama profesi humas terus berlangsung. Makalah ini akan
menguraikan dengan rinci hal-hal di atas sehingga lebih mudah bagi mahasiswa
untuk memahami dan mendapat informasi mengenai APPRI.
1.3. Manfaat
·
Memotivasi mahasiswa ilmu
komunikasi dalam memahami ilmu kehumasan.
·
Memberikan pengetahuan
mengenai APPRI
·
Memberikan pengetahuan
mengenai Etika atau Kode Etik
·
Memberikan wawasan seputar
perkembangan industri kehumasahan di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
Selepas Amerika sebagai negara pertama yang menjadi
pendiri organisasi
kehumasan yang lebih di kenal dengan
PRSA (Public Relation Society of America) pada tahun 1948, Indonesia pun telah
mengikuti jejak negeri Paman-Sam tersebut mendirikan organisasi kehumasan, di
ikuti Jerman,Belanda,Spanyol dan Swiss.
Indonesia memilki beberapa organisasi kehumasan,
dengan corak dan ciri
yang di bangun berdasarkan ideologi yang
bebeda namun tetap satu juga. Seperti PERHUMAS (Perhimpunan hubungan masyarakat
Indonesia) yang di dirikan pada tanggal 15 Desember 1972 oleh praktisi humas.
Mengusung-visi misi menghimpun dan membentuk wadah bagi para praktisi humas di
Indonesia. Ada lagi Organisasi Profesi Humas di Luar Negeri, Organisasi Profesi
Humas Internasional dan yang terakhir APPRI.
Bila
PERHUMAS menghimpun praktisi, APPRI hadir di Indonesia untuk menghimpun
perusahaa humas. APPRI atau Asosiasi
Perusahan Public Relation berdiri pada 10 April 1987 di Jakarta. Appri
bersifat idependen. Beberapa yang menjadi tujuan pokok APPRI adalah :
·
Menghimpun, membina dan mengarahkan
potensi perusahaan public relation
nasional secara aktif, positif dan kreatif, serta turut serta dalam mewujudkan
masyarakat adil dan makmur, berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
·
Mewujudkan fungsi public relation/humas yang sehat, jujur, dan bertanggung jawab,
sesuai dengan kode etik dan kode etik yang lazim berlaku secara nasional dan
internasional.
·
Mengembangkan dan memajukan kepentingan
asosiasi dengan memberikan kesempatan kepada para anggota untuk konsultasi dan
kerja sama serta memberikan saran bagi pemerintah, badan-badan kemasyarakatan,
asosiasi yang mewakili dunia industri dan perdagangan, serta badan-badan lain untuk berkonsultasi dengan
APPRI sebagai suatu lembaga.
·
Memberikan informasi kepada klien bahwa
anggota APPRI memenuhi syarat untuk memberikan nasihat dalam bidang public
relation dan akan bertindak untuk klien menurut kemampuan profesionalnya.
·
Merupakan sarana untuk para anggotanya
dalam soal-soal kepentingan usaha dan profesi, dan menjadi forum koordinasi
praktik public relation/humas.
·
Merupakan medium bagi masyarakat umum
untuk mengetahui mengenai pengalaman dan kualifikasi pada anggotanya.
·
Membantu mengembangkan kepercayaan umum
atas jasa public relation/humas.
Seperti halnya tujuan yang berasal dari pemikiran
atau ideologi setiap
anggota dalam organisasi yang di
cetuskan dan di setujui bersama. Kode etik pun lahir dari hati nurani para
anggota organisasi yang sangat menjunjung tinggi etika. Kode etik merupakan
etika profesional yang harus di patuhi dan taati setiap anggota organisasi. Artinya
selain terdapat visi-misi pada lembaga profesional seperti APPRI atau kehumasan
lainnya juga terdapat kode etik yang mengikat segenap anggota. Berikut ini
adalah kode etik APPRI:
·
Pasal I
Norma norma Perilaku
Profesional
Dalam menjalankan kegiatan
profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai kepentingan umum dan menjaga
harga diri setiap anggota masyarakat. Menjadi tanggung jawab pribadinya untuk
bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik yang mantan maupun yang sekarang,
dan terhadap sesama anggota Asosiasi, anggota media komunikasi serta masyarakat
luas.
·
Pasal 2
Penyebarluasan Informasi
Seorang anggota tidak akan
menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab, informasi yang
paIsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras
mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga
integritas dan ketepatan informasi.
·
Pasal 3
Media Komunikasi
Seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan
yang dapat merugikan integritas media komunikasi.
·
Pasal 4
Kepentingan
yang Tersembunyi
Seorang anggota tidak akan
melibatkan dirinya dalam kegiatan apa pun yang secara sengaja bermaksud memecah
belah atau menyesatkan, dengan cara seolah olah ingin memajukan suatu
kepentingan tertentu, padahal sebaliknya justru ingin memajukan kepentingan
lain yang tersembunyi. Seorang anggota berkewajiban untuk menjaga agar
kepentingan sejati organisasi yang menjadi mitra kerjanya benar-benar
terlaksana secara baik.
·
Pasal 5
Informasi Rahasia
Seorang anggota (kecuali apabila
diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak akan menyampaikan atau
memanfaatkan informasi yang diberikan kepadanya, atau yang diperolehnya, secara
pribadi dan atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia, dari kliennya,
baik di masa Ialu, kini atau di masa depan, demi untuk memperoleh keuntungan
pribadi atau untuk keuntungan lain tanpa persetujuan jelas dari yang
bersangkutan.
·
Pasal 6
Pertentangan
Kepentingan
Seorang anggota tidak akan
mewakili kepentingan kepentingan yang saling bertentangan atau yang saling
bersaing, tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak yang bersangkutan, dengan
terlebih dahulu mengemukakan fakta fakta yang terkait.
·
Pasal 7
Sumber
sumber Pembayaran
Dalam memberikan jasa pelayanan
kepada kliennya, seorang anggota tidak akan menerima pembayaran, baik tunai
atau pun dalam bentuk lain, yang diberikan sehubungan dengan jasa jasa
tersebut, dari sumber manapun, tanpa persetujuan jelas dari kliennya.
·
Pasal 8
Memberitahukan
Kepentingan Kuangan
Seorang anggota, yang mempunyai
kepentingan keuangan dalam suatu organisasi, tidak akan menyarankan klien atau
majikannya untuk memakai organisasi tersebut atau pun memanfaatkan jasa jasa
organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepentingan keuangan
pribadinya yang terdapat dalam organisasi tersebut.
·
Pasal 9
Pembayaran Berdasarkan
Hasil Kerja
Seorang anggota tidak akan
mengadakan negosiasi atau menyetujui persyaratan dengan calon majikan atau
calon klien, berdasarkan pembayaran yang tergantung pada hasil pekerjaan PR
tertentu di masa depan.
·
Pasal 10
Menumpang
tindih Pekerjaan Anggota Lain
Seorang anggota yang mencari
pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara mendekati langsung atau secara
pribadi, calon majikan atau calon langganan yang potensial, akan mengambil
langkah langkah yang diperlukan untuk mengetahui apakah pekerjaan atau kegiatan
tersebut sudah dilaksanakan oleh anggota lain. Apabila demikian, maka menjadi
kewajibannya untuk memberitahukan anggota tersebut mengenai usaha dan
pendekatan yang akan dilakukannya terhadap klien tersebut. (Sebagian atau
seluruh pasal ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghalangi anggota
mengiklankan jasa jasanya secara umum).
·
Pasal 11
Imbalan
kepada Karyawan Kantor kantor Umum
Seorang anggota tidak akan menawarkan
atau memberikan imbalan apa pun, dengan tujuan untuk memajukan kepentingan
pribadinya (atau kepentingan klien), kepada orang yang menduduki suatu jabatan
umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.
·
Pasal 12
Mengkaryakan
Anggota Parlemen
Seorang anggota yang
mempekerjakan seorang anggota Parlemen, baik sebagai konsultan ataupun
pelaksana, akan memberitahukan kepada Ketua Asosiasi tentang hal tersebut
maupun tentang jenis pekerjaan yang bersangkutan. Ketua Asosiasi akan mencatat
hal tersebut dalam suatu buku catatan yang khusus dibuat untuk keperluan
tersebut. Seorang anggota Asosiasi yang kebetulan juga menjadi anggota
Parlemen, wajib memberitahukan atau memberi peluang agar terungkap, kepada
Ketua, semua keterangan apa pun mengenai dirinya.
·
Pasal 13
Mencemarkan Anggota
anggota Lain
Seorang anggota tidak akan dengan itikad buruk
mencemarkan nama baik atau praktek profesional anggota lain.
·
Pasal 14
Instruksi/Perintah
Pihak pihak Lain
Seorang anggota yang secara sadar
mengakibatkan atau memperbolehkan orang atau organisasi lain untuk bertindak
sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan kode etik ini, atau turut secara
pribadi ambil bagian dalam kegiatan semacam itu, akan dianggap telah melanggar
Kode ini.
·
Pasal 15
Nama Baik Profesi
Seorang anggota tidak akan
berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik Asosiasi, atau profesi
Public Relations.
·
Pasal 16
Menjunjung
Tinggi Kode Etik
Seorang anggota wajib menjunjung
tinggi Kode Etik ini, dan wajib bekerja sama dengan anggota lain dalam
menjunjung tinggi Kode Etik, serta dalam melaksanakan keputusan keputusan
tentang hal apa pun yang timbul sebagai akibat dari diterapkannya keputusan
tersebut. Apabila seorang anggota, mempunyai alasan untuk berprasangka bahwa
seorang anggota lain terlibat dalam kegiatan kegiatan yang dapat merusak Kode
Etik ini, maka ia berkewajiban untuk memberitahukan hal tersebut kepada
Asosiasi. Semua anggota wajib mendukung Asosiasi dalam menerapkan dan
melaksanakan Kode Etik ini, dan Asosiasi wajib mendukung setiap anggota yang
menerapkan dan melaksakan Kode Etik ini.
·
Pasal 17
Profesi
Lain
Dalam bertindak untuk seorang
klien atau majikan yang tergabung dalam suatu profesi, seorang anggota akan
menghargai Kode Etik dari profesi tersebut dan secara sadar tidak akan turut
dalam kegiatan apa pun yang dapat mencemarkan Kode Etik tersebut.
Kode
etik menurut (Bambang Herimanto, 2007 : 253-254) merupakan persetujuan bersama
yang timbul secara murni dari diri pribadi para anggota. Kode etik merupakan
serangkaian peratura yang di sepakati bersama guna menyatakan sikap atau
prilaku anggota profesi. Kode etik lebih mengingatkan pembinaan para anggota
profesi. Kode etik lebih mengingatkan pembinaan para anggota sehingga mampu
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kode etik yang merupakan dasar bagi
profesionalisme dalam mencanangkan prilaku bertanggung jawab. Kode etik atau
etika profesi dalam APPRI memiliki peran yang sangat penting terutama dalam
rangka pembinaan karyawan untuk meningkatan mutu serta mewujudkankan pribadi
humas/public relation yang jujur,
bersih, berwibawa semakin mempunyai rasa memiliki organisasi, tanggung jawab,
dalam kerterlibatannya untuk mengembangkan organisasinya. Etika profesi atau
kode etik dapat membimbing humas dalam melaksanakan tugasnya tugasnya sehingga
tugas di selesaikan dengan seksama, etos kerja yang tinggi, dengan tanggung
jawab sehingga memperoleh hasil yang memuaskan. Etika profesi juga dapat memberi
arah, petunjuk untuk membentuk kepribadian seorang humas yang mana hasil
kerjanya dapat memuaskan publik yang dilayaninya.
Demikian
beberapa kode etik atau etika profesi dalam APPRI sebagai organisasi kehumasan
di Indonesia. Humas merupakan profesi yang berhubungan dengan menjaga citra
baik bagi badan atau organisasi yang menaungi atau membutuhkan segenap
jasa-nya. Sebelum menjadi pembangun dan penjaga citra baik, maka etika profesi
bagi seorang humas sangat mutlak harus di miliki.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Public
Relation adalah merupakan salah satu profesi yang memiliki kode etik. Dalam Public Relation kode etik disebut
sebagai kode etik Publik Relation
atau kode etik kehumasan atau etika profesi humas. Kode etik public relation
merupakan dasar seorang humas/public relation menjalankan tugas maupun
fungsinnya. APPRI merupakan organisasi kehumasan yang telah menetapkan kode
etik public relation. Keberadaan tujuan
sebuah organisasi merupakan sekian faktor yang menyebabkan kode etik lahir,
termasuk dalam APPRI. Untuk mewujudkan segenap tujuan, masyarakat interen harus
lebih di kondusifkan agar tercipta lingkungan yang senergi dan kekeluargaan
yang dapat membuat karyawan (humas) dalam industri kehumasan, merasa memiliki
organisasi tersebut.
Keberadaan kode etik atau etika profesi
juga mengajarkan bahwa dalam setiap bentuk organisasi akan selalu terjadi
pergesekan, konflik yang tidak terduga. Meski pun humas selalu memiliki moto
‘menghidari konflik’ pergesekan karena perbedaan pemikiran, pendapat dan banyak
hal dapat menjadi pemicu konflik untuk menghidarinya maka terciptalah kode
etik. Seperti yang di sebutkan dalam APPRI bahwa humas dalam industri kehumasan
di larang menjatuhkan nama baik karyawan lain (humas yang lain se organisasi)
atau bahkan menyerobot perkejaan humas lain. Hal-hal demikianlah yang dapat
memicu konflik apabila tidak di atur dalam kode etik atau etika profesi.
Daftar
Pustaka
3.
Kusumastuti Frida. 2004. Dasar-Dasar Hubungan Masyarakat. Bogor.
PT. Ghalia Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar