Sabtu, 09 Juni 2012

etika


Nama              : Junius Andria K
NIM                : 0902055201


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Etika. Setiap profesi apapun akan selalu di ikat oleh etika yang di rangkum dalam kode etik. Dokter, pengacara, polisi merupakan sebagian profesi yang memiliki kode etik di dalamnya. Tak terkecuali kegiatan humas maupun fungsi humas secara kelembagaan atau pun praktisi keduanya sama-sama di ikat oleh kode etik.
            Kehumasan (humas/public relation) lahir di Indonesia pada tahun 1950-an setelah kedaulatan republik indonesia mendapatkan pengakuan dari Kerajaan Belanda 27 Desember 1949. Di masa itu sangat di sadari bahwa masyarakat Indonesia perlu mengetahui fungsi dan tugas setiap kementrian ataupun departemen jawatan, badan, lembaga dan lain-lain. Secara tidak langsung, pemerintahan memerlukan badan atau fungsi praktisi yang dapat berhubungan dengan masyarakat secara langsung untuk menyampaikan segenap informasi kenegaraan tersebut.
            Semakin pesatnya teknologi komunikasi juga kebebesan pers menjadi faktor yang dapat mempengaruhi keberdaan humas atau PR di suatu negera. Seperti di Indoensia dewasa kini yang telah mendirikan APPRI (Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia) demi mengikuti tuntutan kemajuan peradaban yang bergerak di bidang jasa konsulatasi kehumasan di dunia Industri sejak  tanggal 10 April 1987 di Jakarta.
            Untuk dapat memahami lebih dalam bagaimana etika kehumasan dalam APPRI  dengan ini makalah Etika Kehumasan Dalam APPRI di buat.



1.2  Tujuan
Makalah ini di tujukan kepada mahasiswa ilmu komunikasi yang saat ini
sedang belajar memahami profesi humas di dalam APPRI. Ada banyak hal yang perlu di ketahui saat ingin menjadi anggota atau bagian dari APPRI, bagaimana humas dalam APPRI akan berkerja melaksanakan tugas dan kewajibannya, bagaimana mereka akan saling menjaga etika selama profesi humas terus berlangsung. Makalah ini akan menguraikan dengan rinci hal-hal di atas sehingga lebih mudah bagi mahasiswa untuk memahami dan mendapat informasi mengenai APPRI.

1.3. Manfaat
·         Memotivasi mahasiswa ilmu komunikasi dalam memahami ilmu kehumasan.
·         Memberikan pengetahuan mengenai APPRI
·         Memberikan pengetahuan mengenai Etika atau Kode Etik
·         Memberikan wawasan seputar perkembangan industri kehumasahan di Indonesia.










BAB II
PEMBAHASAN

Selepas Amerika sebagai negara pertama yang menjadi pendiri organisasi
kehumasan yang lebih di kenal dengan PRSA (Public Relation Society of America) pada tahun 1948, Indonesia pun telah mengikuti jejak negeri Paman-Sam tersebut mendirikan organisasi kehumasan, di ikuti Jerman,Belanda,Spanyol dan Swiss.

Indonesia memilki beberapa organisasi kehumasan, dengan corak dan ciri
yang di bangun berdasarkan ideologi yang bebeda namun tetap satu juga. Seperti PERHUMAS (Perhimpunan hubungan masyarakat Indonesia) yang di dirikan pada tanggal 15 Desember 1972 oleh praktisi humas. Mengusung-visi misi menghimpun dan membentuk wadah bagi para praktisi humas di Indonesia. Ada lagi Organisasi Profesi Humas di Luar Negeri, Organisasi Profesi Humas Internasional dan yang terakhir APPRI.

            Bila PERHUMAS menghimpun praktisi, APPRI hadir di Indonesia untuk menghimpun perusahaa humas. APPRI atau Asosiasi Perusahan Public Relation berdiri pada 10 April 1987 di Jakarta. Appri bersifat idependen. Beberapa yang menjadi tujuan pokok APPRI adalah :
·         Menghimpun, membina dan mengarahkan potensi perusahaan public relation nasional secara aktif, positif dan kreatif, serta turut serta dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur, berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
·         Mewujudkan fungsi public relation/humas yang sehat, jujur, dan bertanggung jawab, sesuai dengan kode etik dan kode etik yang lazim berlaku secara nasional dan internasional.
·         Mengembangkan dan memajukan kepentingan asosiasi dengan memberikan kesempatan kepada para anggota untuk konsultasi dan kerja sama serta memberikan saran bagi pemerintah, badan-badan kemasyarakatan, asosiasi yang mewakili dunia industri dan perdagangan, serta  badan-badan lain untuk berkonsultasi dengan APPRI sebagai suatu lembaga.
·         Memberikan informasi kepada klien bahwa anggota APPRI memenuhi syarat untuk memberikan nasihat dalam bidang public relation dan akan bertindak untuk klien menurut kemampuan profesionalnya.
·         Merupakan sarana untuk para anggotanya dalam soal-soal kepentingan usaha dan profesi, dan menjadi forum koordinasi praktik public relation/humas.
·         Merupakan medium bagi masyarakat umum untuk mengetahui mengenai pengalaman dan kualifikasi pada anggotanya.
·         Membantu mengembangkan kepercayaan umum atas jasa public relation/humas.

Seperti halnya tujuan yang berasal dari pemikiran atau ideologi setiap
anggota dalam organisasi yang di cetuskan dan di setujui bersama. Kode etik pun lahir dari hati nurani para anggota organisasi yang sangat menjunjung tinggi etika. Kode etik merupakan etika profesional yang harus di patuhi dan taati setiap anggota organisasi. Artinya selain terdapat visi-misi pada lembaga profesional seperti APPRI atau kehumasan lainnya juga terdapat kode etik yang mengikat segenap anggota. Berikut ini adalah kode etik APPRI:
·         Pasal I
Norma norma Perilaku Profesional
Dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai kepentingan umum dan menjaga harga diri setiap anggota masyarakat. Menjadi tanggung jawab pribadinya untuk bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik yang mantan maupun yang sekarang, dan terhadap sesama anggota Asosiasi, anggota media komunikasi serta masyarakat luas.

·         Pasal 2
Penyebarluasan Informasi
Seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab, informasi yang paIsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga integritas dan ketepatan informasi.

·         Pasal 3
Media Komunikasi
Seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media komunikasi.

·         Pasal 4
Kepentingan yang Tersembunyi
Seorang anggota tidak akan melibatkan dirinya dalam kegiatan apa pun yang secara sengaja bermaksud memecah belah atau menyesatkan, dengan cara seolah olah ingin memajukan suatu kepentingan tertentu, padahal sebaliknya justru ingin memajukan kepentingan lain yang tersembunyi. Seorang anggota berkewajiban untuk menjaga agar kepentingan sejati organisasi yang menjadi mitra kerjanya benar-benar terlaksana secara baik.

·         Pasal 5
Informasi Rahasia
Seorang anggota (kecuali apabila diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang diberikan kepadanya, atau yang diperolehnya, secara pribadi dan atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia, dari kliennya, baik di masa Ialu, kini atau di masa depan, demi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau untuk keuntungan lain tanpa persetujuan jelas dari yang bersangkutan.


·         Pasal 6
Pertentangan Kepentingan
Seorang anggota tidak akan mewakili kepentingan kepentingan yang saling bertentangan atau yang saling bersaing, tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu mengemukakan fakta fakta yang terkait.

·         Pasal  7
Sumber sumber Pembayaran
Dalam memberikan jasa pelayanan kepada kliennya, seorang anggota tidak akan menerima pembayaran, baik tunai atau pun dalam bentuk lain, yang diberikan sehubungan dengan jasa jasa tersebut, dari sumber manapun, tanpa persetujuan jelas dari kliennya.

·         Pasal 8
Memberitahukan Kepentingan Kuangan
Seorang anggota, yang mempunyai kepentingan keuangan dalam suatu organisasi, tidak akan menyarankan klien atau majikannya untuk memakai organisasi tersebut atau pun memanfaatkan jasa jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepentingan keuangan pribadinya yang terdapat dalam organisasi tersebut.

·         Pasal 9
Pembayaran Berdasarkan Hasil Kerja
Seorang anggota tidak akan mengadakan negosiasi atau menyetujui persyaratan dengan calon majikan atau calon klien, berdasarkan pembayaran yang tergantung pada hasil pekerjaan PR tertentu di masa depan.




·         Pasal 10
Menumpang tindih Pekerjaan Anggota Lain
Seorang anggota yang mencari pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara mendekati langsung atau secara pribadi, calon majikan atau calon langganan yang potensial, akan mengambil langkah langkah yang diperlukan untuk mengetahui apakah pekerjaan atau kegiatan tersebut sudah dilaksanakan oleh anggota lain. Apabila demikian, maka menjadi kewajibannya untuk memberitahukan anggota tersebut mengenai usaha dan pendekatan yang akan dilakukannya terhadap klien tersebut. (Sebagian atau seluruh pasal ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghalangi anggota mengiklankan jasa jasanya secara umum).

·         Pasal 11
Imbalan kepada Karyawan Kantor kantor Umum
Seorang anggota tidak akan menawarkan atau memberikan imbalan apa pun, dengan tujuan untuk memajukan kepentingan pribadinya (atau kepentingan klien), kepada orang yang menduduki suatu jabatan umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.

·         Pasal 12
Mengkaryakan Anggota Parlemen
Seorang anggota yang mempekerjakan seorang anggota Parlemen, baik sebagai konsultan ataupun pelaksana, akan memberitahukan kepada Ketua Asosiasi tentang hal tersebut maupun tentang jenis pekerjaan yang bersangkutan. Ketua Asosiasi akan mencatat hal tersebut dalam suatu buku catatan yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut. Seorang anggota Asosiasi yang kebetulan juga menjadi anggota Parlemen, wajib memberitahukan atau memberi peluang agar terungkap, kepada Ketua, semua keterangan apa pun mengenai dirinya.




·         Pasal 13
Mencemarkan Anggota anggota Lain
Seorang anggota tidak akan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktek profesional anggota lain.

·         Pasal 14
Instruksi/Perintah Pihak pihak Lain
Seorang anggota yang secara sadar mengakibatkan atau memperbolehkan orang atau organisasi lain untuk bertindak sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan kode etik ini, atau turut secara pribadi ambil bagian dalam kegiatan semacam itu, akan dianggap telah melanggar Kode ini.

·         Pasal 15
Nama Baik Profesi
Seorang anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik Asosiasi, atau profesi Public Relations.

·         Pasal 16
Menjunjung Tinggi Kode Etik
Seorang anggota wajib menjunjung tinggi Kode Etik ini, dan wajib bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi Kode Etik, serta dalam melaksanakan keputusan keputusan tentang hal apa pun yang timbul sebagai akibat dari diterapkannya keputusan tersebut. Apabila seorang anggota, mempunyai alasan untuk berprasangka bahwa seorang anggota lain terlibat dalam kegiatan kegiatan yang dapat merusak Kode Etik ini, maka ia berkewajiban untuk memberitahukan hal tersebut kepada Asosiasi. Semua anggota wajib mendukung Asosiasi dalam menerapkan dan melaksanakan Kode Etik ini, dan Asosiasi wajib mendukung setiap anggota yang menerapkan dan melaksakan Kode Etik ini.



·         Pasal 17
Profesi Lain
Dalam bertindak untuk seorang klien atau majikan yang tergabung dalam suatu profesi, seorang anggota akan menghargai Kode Etik dari profesi tersebut dan secara sadar tidak akan turut dalam kegiatan apa pun yang dapat mencemarkan Kode Etik tersebut.
            Kode etik menurut (Bambang Herimanto, 2007 : 253-254) merupakan persetujuan bersama yang timbul secara murni dari diri pribadi para anggota. Kode etik merupakan serangkaian peratura yang di sepakati bersama guna menyatakan sikap atau prilaku anggota profesi. Kode etik lebih mengingatkan pembinaan para anggota profesi. Kode etik lebih mengingatkan pembinaan para anggota sehingga mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat.
             Kode etik yang merupakan dasar bagi profesionalisme dalam mencanangkan prilaku bertanggung jawab. Kode etik atau etika profesi dalam APPRI memiliki peran yang sangat penting terutama dalam rangka pembinaan karyawan untuk meningkatan mutu serta mewujudkankan pribadi humas/public relation yang jujur, bersih, berwibawa semakin mempunyai rasa memiliki organisasi, tanggung jawab, dalam kerterlibatannya untuk mengembangkan organisasinya. Etika profesi atau kode etik dapat membimbing humas dalam melaksanakan tugasnya tugasnya sehingga tugas di selesaikan dengan seksama, etos kerja yang tinggi, dengan tanggung jawab sehingga memperoleh hasil yang memuaskan. Etika profesi juga dapat memberi arah, petunjuk untuk membentuk kepribadian seorang humas yang mana hasil kerjanya dapat memuaskan publik yang dilayaninya.
            Demikian beberapa kode etik atau etika profesi dalam APPRI sebagai organisasi kehumasan di Indonesia. Humas merupakan profesi yang berhubungan dengan menjaga citra baik bagi badan atau organisasi yang menaungi atau membutuhkan segenap jasa-nya. Sebelum menjadi pembangun dan penjaga citra baik, maka etika profesi bagi seorang humas sangat mutlak harus di miliki.
BAB III
PENUTUP
            3.1 Kesimpulan
Public Relation adalah merupakan salah satu profesi yang memiliki kode etik. Dalam Public Relation kode etik disebut sebagai kode etik Publik Relation atau kode etik kehumasan atau etika profesi humas. Kode etik public relation merupakan dasar seorang humas/public relation menjalankan tugas maupun fungsinnya. APPRI merupakan organisasi kehumasan yang telah menetapkan kode etik public relation.  Keberadaan tujuan sebuah organisasi merupakan sekian faktor yang menyebabkan kode etik lahir, termasuk dalam APPRI. Untuk mewujudkan segenap tujuan, masyarakat interen harus lebih di kondusifkan agar tercipta lingkungan yang senergi dan kekeluargaan yang dapat membuat karyawan (humas) dalam industri kehumasan, merasa memiliki organisasi tersebut.
Keberadaan kode etik atau etika profesi juga mengajarkan bahwa dalam setiap bentuk organisasi akan selalu terjadi pergesekan, konflik yang tidak terduga. Meski pun humas selalu memiliki moto ‘menghidari konflik’ pergesekan karena perbedaan pemikiran, pendapat dan banyak hal dapat menjadi pemicu konflik untuk menghidarinya maka terciptalah kode etik. Seperti yang di sebutkan dalam APPRI bahwa humas dalam industri kehumasan di larang menjatuhkan nama baik karyawan lain (humas yang lain se organisasi) atau bahkan menyerobot perkejaan humas lain. Hal-hal demikianlah yang dapat memicu konflik apabila tidak di atur dalam kode etik atau etika profesi.







Daftar Pustaka
3.       Kusumastuti Frida. 2004. Dasar-Dasar Hubungan Masyarakat. Bogor. PT. Ghalia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar