SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA
MASYARAKAT FEODAL INDONESIA
Feodalisme berasal dari kata feodum yang artinya tanah.Dalam tahapan masyarakat feodal ini terjadi penguasaan alat produksi oleh kaum pemilik tanah, raja dan para kerabatnya. Ada antagonisme antara rakyat tak bertanah dengan para pemilik tanah dan kalangan kerajaan. Kerajaan, merupakan alat kalangan feodal untuk mempertahankan kekuasaan atas rakyat, tanah, kebenaran moral, etika agama, serta seluruh tata nilainya.
Pada perkembangan
masyarakat feodal di Eropa, dimana tanah dikuasai oleh baron-baron (tuan2
tanah) dan tersentral. Para feodal atau Baron (pemilik tanah dan kalangan
kerabat kerajaan) yang memiliki tanah yang luas mempekerjakan orang yang tidak
bertanah dengan jalan diberi hak mengambil dari hasil pengolahan tanah yang
merupakan sisa upeti yang harus dibayar kepada para baron. Tanah dan hasilnya
dikelola dengan alat-alat pertanian yang kadang disewakan oleh para baron
(seperti bajak dan kincir angin). Pengelolaan tersebut diarahkan untuk kepentingan
menghasilkan produk pertanian yang akan dijual ke tempat-tempat lain oleh
pedagang-pedagang yang dipekerjakan oleh para baron. Di atas tanah
kekuasaannya, para baron adalah satu-satunya orang yang berhak mengadakan
pengadilan, memutuskan perkawinan, memiliki senjata dan tentara, dan hak-hak
lainnya yang sekarang merupakan fungsi negara. Para baron sebenarnya otonom
terhadap raja, dan seringkali mereka berkonspirasi menggulingkan raja.
Kondisi pada masa feodalisme di Indonesia bisa diambil
contoh pada masa kerajaan-kerajaan kuno macam Mataram kuno, kediri, singasari,
majapahit. Dimana tanah adalah milik Dewa/Tuhan, dan
Raja dimaknai sebagai titisan dari dewa yang berhak atas penguasaan dan
pemilikan tanah tersebut dan mempunyai wewenang untuk membagi-bagikan berupa
petak-petak kepada sikep-sikep, dan digilir pada kerik-kerik (calon
sikep-sikep), bujang-bujang dan numpang-numpang (istilahnya beragam di beberapa
tempat) dan ada juga tanah perdikan yang diberikan sebagai hadiah kepada orang
yang berjasa bagi kerajaan dan dibebaskan dari segala bentuk pajak maupun
upeti. Sedangkan bagi rakyat biasa yang tidak mendapatkan hak seperti
orng-orang diatas mereka harus bekerja dan diwajibkan menyetorkan sebagian
hasil yang didapat sebagai upeti dan disetor kepada sikep-sikep dll untuk
kemudian disetorkan kepada raja, Selain upeti, rakyat juga dikenakan
penghisapan tambahan berupa kerja bagi negara-kerajaan dan bagi
administratornya.
Pada tahap masyarakat feodal di Indonesia, sebenarnya
sudah muncul perlawanan dari kalangan rakyat tak bertanah dan petani. Kita bisa
melihat adanya pemberontakan di masa pemerintahan Amangkurat I, pemberontakan
Karaeng Galengsong, pemberontakan Untung Suropati, dan lain-lain. Hanya saja,
pemberontakan mereka terkalahkan. Tapi kemunculan
gerakan-gerakan perlawanan pada setiap jaman harus dipandang sebagai lompatan
kualitatif dari tenaga-tenaga produktif yang terus berkembang maju (progresif)
berhadapan dengan hubungan-hubungan sosial yang dimapankan (konservatif).
Walaupun kepemimpinan masih banyak dipegang oleh bangsawan yang merasa terancam
karena perebutan aset yang dilakukan oleh rajanya.
Embrio
kapitalisme mulai bersentuhan dengan masyarakat di Nusantara di awal abad
ke-15, melalui merkantilisme Eropa.
2. Masuknya kapitalisme melalui Kolonialisme
dan Imperialisme
Di negara-negara yang menganut paham merkantilisme terjadi perubahan besar
terutama setelah Perkembangan teknologi perkapalan di
Eropa Selatan semakin memberi basis bagi embrio kolonialisme/imperialisme dan
kapitalisme, dimana mereka mencoba untuk mencari daerah baru yang kemudian
diklaim sebagai daerah jajahannya dengan semboyan Gold, Gospel, dan Glory,
mereka membenarkan tujuannya dengan alasan penyebaran agama dan dalam
bentuk kapitalisme dagang (merkantilisme) dan sejak itu feodalisme di
masyarakat pra-Indonesia mempunyai lawan yang sekali tempo bisa diajak bersama
memusuhi dan melumpuhkan rakyat. Daerah operasinya
terbatas di daerah pesisir dan kota besar, seperti Malaka dan Banten. Bentuk
komoditinya bertumpu pada komoditi pertanian dan perkebunan, seperti tanaman
keras atau rempah-rempah. Komoditi ini adalah kebutuhan pokok utama untuk
industri farmasi di Eropa.
Kolonialisme dan imperialisame merebak di mana-mana,
termasuk di tanah Nusantara, Tahun 1469 adalah tahun
kedatangan ekspedisi mencari daerah baru yang dipimpin raja muda portugis Vasco
da Gama. Tujuannya mencari rempah-rempah yang akan dijual kembali di Eropa.
Kemudian menyusul penjelajah Spanyol masuk ke Nusantara di tahun 1512.
Penjelajah Belanda baru datang ke Nusantara tahun 1596, dengan mendaratnya
Cornelis de Houtman di Banten.
Kolonialisme yang masuk pertama di Indonesia merupakan
sisa-sisa kapitalisme perdagangan (merkantilisme).
Para kapitalis-merkantilis Belanda masuk pertama kali ke Indonesia melalui
pedagang-pedagang rempah-rempah bersenjata, yang kemudian diorganisasikan dalam
bentuk persekutuan dagang VOC tahun 1602, demikian juga dengan Portugis, dan
Spanyol. Para pedagang bersenjata ini, melakukan
perdagangan dengan para feodal, yang seringkali sambil melakukan ancaman,
kekerasan dan perang (ingat sejarah pelayaran Hongi).
Kekuasaan kolonial Belanda ini terinterupsi 4
tahun dengan berkuasanya kolonialisme Inggris sampai tahun 1813. Kolonialisme
Inggris masa Raffles, adalah tonggak penting hilangnya konsep pemilikan tanah
oleh kerajaan. Sebab dalam konsep Inggris, tanah bukan milik Tuhan yang
diwakilkan pada raja, tapi milik negara. Karenanya pemilik dan penggarap tanah
harus membayar landrente (pajak tanah) --pajak ini mengharuskan sistem monetar
dalam masyarakat yang masih terkebelakang sistem moneternya, sehingga memberi
kesempatan tumbuhnya rentenir dan ijon.
Di sisi yang lain, kalangan kolonialis-kapitalis juga
memanfaatkan kalangan feodal untuk menjaga kekuasaannya. Hubungan antara para
kolonialis-kapitalis dengan para feodal adalah hubungan yang saling
memanfaatkan dan saling menguntungkan, sedangkan rakyatlah yang menjadi objek
penindasan dan penghisapan dari kedua belah pihak Kapitalisme yang lahir di
Indonesia bukan ditandai dengan dihancurkannya tatanan ekonomi-politik
feodalisme, melainkan justru ada usaha revitalisasi dan produksi ulang tatanan
ekonomi-sosial-politik-ideologi-budaya feodal untuk memperkuat kekuasaan
kolonialisme. Karena adanya revolusi industri terjadi kelebihan produksi yang
membutuhkan perluasan pasar; membutuhkan sumber bahan mentah dari negeri
asalnya; membutuhkan tenaga kerja yang murah -- mulai melakukan kolonialisasi
ke negara-negara yang belum maju. terlebih seusai
berhasil menjatuhkan monarki absolut. Tapi pertumbuhan ini dimulai dalam bentuk
paling primitif dan sederhana. Hal ini sangat berbeda dengan lahirnya
kapitalisme di negara-negara Eropa dan Amerika. Di kedua benua tersebut,
kapitalisme lahir sebagai wujud dari dihancurkannya tatanan
ekonomi-sosial-politik-ideologi-budaya feodal. Contoh kasus yang paling jelas
adalah adanya revolusi industri di Inggris yang mendahului terjadinya revolusi
borjuasi di Perancis
3. Tumbuhnya Kapitalisme di Indonesia
Pada masa Van den bosch tahun 1830, pemerintah Belanda
membangun sebuah sistem ekonomi-politik yang menjadi dasar pola kapitalisme
negara di Indonesia. Sistem ini bernama
tanam paksa. Ini diberlakukan karena VOC mengalami kebangkrutan.Tanam Paksa
merupakan tonggak peralihan dari sistem ekonomi perdagangan (merkantilis) ke
sistem ekonomi produksi. Ciri-ciri tanam paksa ini berupa:
1.
Kaum
tani diwajibkan menanam tanaman yang laku dipasaran Eropa, yaitu tebu, kopi,
teh, nila, kapas, rosela dan tembakau; kaum tani wajib menyerahkan hasilnya
kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah
Belanda;
2.
Perubahan
(baca: penghancuran) sistim pengairan sawah dan palawija;
3.
Mobilisasi
kuda, kerbau dan sapi untuk pembajakan dan pengang kutan;
4.
Optimalisasi
pelabuhan, termasuk pelabuhan alam;
5.
Pendirian
pabrik-pabrik di lingkungan pedesaan, pabrik gula dan karung goni;
6.
Kerja
paksa atau rodi atau corvee labour untuk pemerintah;
7.
Pembebanan
berbagai macam pajak.
Sistem ini juga merupakan titik awal berkembangnya
kapitalisme perkebunan di Indonesia.
Pada pertengahan abad 19 terjadi perubahan di
negeri Belanda, yaitu menguatnya kaum kapital dagang swasta --seusai
mentransformasikan monarki absolut menjadi monarki parlementer dalam sistim
kapitalisme-- terjadi pula perubahan di Nusantara/ Hindia Belanda. Perubahan kapitalisme ini pun menuntut perubahan dalam
metode penghisapan dan sistem politiknya: dari campur tangan negara, terutama
untuk monopoli produksi, perdagangan dan keuangan. Politik dagang kolonial yang
monopolistik ke politik kapital dagang industri yang bersifat persaingan bebas,
sebagai akibat tuntutan swastanisasi oleh kelas borjuis yang baru berkembang. Maka pada tahun 1870 tanam paksa di hentikan. Namun
borjuasi yang masuk ke jajahan (di Indonesia) menghadapi problem secara
fundamental yaitu problem tenaga produktif yang sangat lemah. tenaga kerjanya
buta huruf, misalnya. Oleh karena itu untuk mengefisienkan bagi akumulasi
kapital, pemerintah belanda menerapkan politik etis. Dengan politik etis
pemerintah hindia belanda berharap agar tenaga-tenaga kerja bersentuhan dengan
ilmu pengetahuan (meski tidak sepenuhnya) tekhnologi untuk menunjang
produktivitas dan untuk perluasan lahan bagi kepentingan akumulasi modal. Mulai
munculah sekolah-sekolah walaupun diskriminatif dalam penerimaaan siswanya.
Penerapan politik Etis ternyata menjadi bumerang bagi
Belanda sendiri. Politik etis menumbuhkan kesadaran baru bagi rakyat-rakyat
dengan tersosialisanya ilmu pengetahuan akhirnya mampu memahami kondisinya yang
tertindas. Gerakan-gerakan modern untuk melawan penindasan mulai dikenal:
mulailah dikenal organisasi terutama setelah partai-partai revolusioner di
Belanda berkomitmen (merasa berkewajiban) membebaskan tanah jajahan. Seiring
dengan ini mulailah dikenal mengenai sosialisme, kapitalisme, komunisme, dsb.
yang selanjutnya sebagaimana yang kita ketahui dengan baik, rakyat mulai
membangun perlawanan (berontak).
Dampak yang
paling nyata dari adanya kapitalisme perkebunan dan adanya pendidikan,
perlawanan rakyat Indonesia -- yang dulunya hanya bersifat lokal, tidak terorganisir
secara modern, dan tidak berideologi -- telah berubah secara kualitatif dan
kuantitatif. Di mana-mana muncul secara massif dan menasional perlawanan rakyat yang terorganisasikan
secara modern dan memiliki ideologi yang jelas.
Revolusi di Cina dibawah Sun Yat Sen,
kebangkitan kaum terpelajar Turki dan Revolusi Rusia (Oktober 1917) memberi
pengaruh pada kesadaran kaum terpelajar negeri jajahan. Tahun 1908 berdiri sebuah organisasi Pemuda Boedi Oetomo,
yang juga ditandai sebagai hari kebangkitan nasional. Pada bulan Juli 1917
mengubah Organisasinya menjadi sebuah partai politik. Hal yang sama terjadi dengan Sarekat Islam
(SI). Dari titik ini kepartaian di Indonesia di bagi dua yaitu yang
berkoorperasi--masuk dalam sistem kolonial-- dan yang menolak masuk ke dalam
sistem kolonial tersebut. Yang masuk dalam ketegori koorporasi ialah BU dan SI
sedangkan kelak yang masuk kedalam kategori non-ko ialah PKI dan PNI.
Di dalam
kongres SI di Yogyakarta terjadi perpecahan antara faksi revolusioner dengan
ulama-ulama kolot feodal yang menolak SI bergabung dengan organisasi-organisasi
dunia yang ada hubungannya dengan organisasi komunis internasional. Perpecahan
ini mendorong faksi revolusioner untuk membangun sebuah wadah yaitu Partai
Komunis -- partai komunis pertama di Asia--dalam sebuah kongres di Bandung,
Maret 1923 yang menggariskan perbedaan secara prinsipil dengan SI yaitu partai
komunis mengemban dan mengembangkan suatu kebudayaan revolusioner serta
mengumandangkan pengertian dan kebebasan. Partai ini lahir ketika imperialisme
di tanah jajahannya telah melahirkan kaum buruh dan sekaligus di dalam
masyarakat yang masih mempertahankan sisa-sisa feodalisme. Sementara
organisasi-organisasi lain tidak mampu membaca dan memanifestasikan kesadaran
perlawanan rakyat.
PKI
terus menjalankan politik radikalnya yang berujung pada pemberontakan pertama
besar-besaran di Indonesia yang dipimpin oleh partai politik, pada akhir tahun
1926 sampai januari 1927, dan menolak penjajahan secara sangat serius.
Serikat buruh yang mula-mula berdiri adalah serikat buruh
trem dan kereta api (VSTP) dengan markas di Semarang, berdiri 1918. Juru
propaganda pribumi VSTP yang pertama, Semaoen, selain bekerja untuk serikat
buruh juga menjadi ketua Sarekat Islam (SI) lokal Semarang. Gerakan ini mencatat beberapa kesuksesan
antara lain di bidang perserikatan buruh yang di mulai pada mei 1923.
Usaha perjuangan pembebasan rakyat secara nasional ini,
menunjukkan betapa takutnya pemerintah Belanda terhadap aksi-aksi massa yang
radikal dan progersif. Sekitar 13.000 pejuang dibuang ke Boven Digul oleh
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Salah satu sebabnya adalah ketidak-mampuan
kaum radikal dalam mengkonsolidasikan secara baik dan menyeluruh
kekuatan-kekuatan potensial rakyat, yaitu kaum buruh, kaum tani dan kaum
tertindas lainnya. Sehingga kekuatan kaum radikal sendiri tidak cukup kuat
untuk menghadapi aparat militer Pemerintah Kolonial. Satu pelajaran yang harus
kita ambil adalah bahwa perjuangan bersenjata adalah kebutuhan nyata massa dan merupakan
kulminasi dari situasi revolusioner perlawanan rakyat terhadap watak negara
kolonial, dengan aparat kemiliterannya, yang selama ini melakukan
penghisapan/penindasan terhadap segala bentuk perlawanan rakyat. Dengan
demikian, kekalahan perlawanan 1926/1927, adalah kekalahan gerakan pada
umumnya.
Sejarah
perjuangan ternyata bergerak maju. Kekalahan gerakan pembebasan nasional tidak
serta merta menyurutkan perjuangan. Posisi PKI di ambil alih oleh PNI yang
berdiri pada tanggal 4 Juli 1927 dibawah pimpinan Ir. Sukarno. PNI berwatak
kerakyatan dan partai massa. Sisa-sisa kaum progresif yang masih hidup lalu
bergabung dengan PNI, sebagai alat perlawanan kolonialisme.Dukungan yang luas
atas PNI membuat penguasa harus mengirim para aktivis PNI ke penjara, termasuk
Sukarno. Akhirnya, pada tahun 1929 pimpinan PNI mengambil keputusan untuk
membubarkan diri. Tapi aktivitas revolusioner yang dilakukan oleh kaum radikal
tetap dilanjutkan dengan gerakan bawah tanah. Di bawah kondisi yang represif,
terbitan dan pertemuan gelap lainnya terus dijalankan.
Ketika fasisme
mulai merambah Eropa dan Asia, konsistensi perjuangan pembebasan tetap terjaga
terus menerus. Sementara itu di Eropa, tahun 1939 Perang Dunia II meletus
ketika Jerman dibawah Hitler menyerbu Polandia. Jepang lalu menyerbu Hindia
Belanda dan mengusir kekuasaan Belanda digantikan dengan pemerintahan
administrasi militer. Kerja paksa (romusha) diberlakukan untuk membangun
infrastruktur perang seperti pelabuhan, jalan raya dan lapangan udara tanpa di
upah. Serikat buruh dan partai politik dilarang. Yang diperbolehkan berdiri
hanya organisasi boneka buatan pemerintah militer Jepang seperti Peta, Keibodan
dll. Sebab-sebab dari timbulnya PD II adalah persaingan diantara negara-negara
imperialis untuk memperebutkan pasar dan sumber bahan baku. Siapapun yang
menang maka kemenangannya adalah tetap atas nama imperialisme. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Perang Dunia Kedua Adalah Perang Kaum Imperialis
4. REVOLUSI BORJUASI
1945
Pada tanggal 14
dan 16 Agustus 1945, Nagasaki dan Hiroshima di bom atom oleh tentara sekutu
yang menyebabakan Jepang mengalami kekalahan dalam perang dunia ke II, maka
terjadi kevakuaman kekuasaan di tanah-tanah jajahan pemerintahan fasis Jepang
termasuk Indonesia sementara tentara Sekutu belum datang. Maka pada tanggal 17
Agustus l945 Sukarno-Hatta yang masih ragu-ragu berhasil dipaksa oleh kaum muda
untuk memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Kemerdekaan dimungkinkan
karena adanya kevakuman kekuasaan. Momentum kekosongan kekuasaan negara ini
yang membuat proklamasi dapat dibacakan berkat inisiatif dan keberanian dari
kaum muda. Proklamasi pada tahun l945, juga didasari pada patriotisme bahwa
kemerdekaan tidaklah boleh sebagai pemberian dari Jepang atau hadiah dari
Sekutu, tapi berkat kepemimpinan dari para pejuang Indonesia.
Revolusi pembebasan nasional tahun l945 ternyata gagal
menghasilkan demokrasi yang sejati bagi rakyat. Hal ini disebabkan karena
kekuatan rakyat yang diorganisir oleh kaum radikal kerakyatan gagal mengambil
kepemimpinan dalam perjuangan pembebasan nasional.Tampuk kekuasaan negara
repulik Indonesia hanya pindah dari tangan para kolonialis-kapitalis ke tangan
sisa-sisa feodalisme yang berhasil mentransformasikan diri menjadi borjuasi
nasional (kapitalis local). Kekalahan start kaum radikal oleh borjuasi nasional
dalam mengambil kepemimpinan politik untuk membentuk pemerintahan koalisi
nasional kerakyatan dikarenakan penetrasi Amerika yang memperalat
kekuatan-kekuatan politik yang ada di Indonesia. AS dengan dukungan beberapa
sekutunya di Indonesia lalu membuat skenario teror putih dengan menghancurkan
kaum radikal dan frontnya. Hasil dari revolusi borjuasi secara umum adalah pemindahan kekuasaan dari
tangan para kolonialis-kapitalis Hindia-Belanda ke tangan para borjuasi baru
sipil dan militer.
Program politik untuk menuntaskan revolusi borjuasi
nasional yang belum tuntas dan harus dilanjutkan dengan revolusi sosial menjadi
pemikiran dan dijalankan oleh banyak
kekuatan partai politik. Pada era demokrasi multi partai ini, terjalin sebuah
kehidupan berbangsa yang demokratis karena keterlibatan partisipasi politik
rakyat sangat besar di sini dan banyak-nya partai yang mempunyai orientasi yang
pro-rakyat. Dalam masa damai era demokrasi multi partai ini, militer dan para
pendukungnya tidak mampu berbuat banyak. Oleh karena itu, mereka sering
melakukan sabotase ekonomi (lewat penyelundupan), ancaman kudeta, dan
menciptakan pemberontakan separatisme, dengan tujuan untuk mengacaukan masa
damai yang lebih menguntungkan kalangan sipil dan mayoritas rakyat. Kita catat
misalnya dikepungnya Istana Merdeka pada tanggal 17 Oktober 1952. Dalam usaha
kudeta itu militer bekerja sama dengan bandit-bandit ekonomi-politik dalam
negeri, beberapa kekuatan politik kanan, dan agen rahasia luar negeri seperti
CIA-Amerika dan MI-6-Inggris.
Militer Indonesia yang di kuasai tentara reguler jebolan
KNIL dan PETA hasil dari rasionalisasi dan restrukturisasi yang menyingkirkan
laskar-laskar rakyat berhasil memperkuat basis ekonomi-nya melalui program
banteng pada tahun 1957. Program in merupakan usaha “penciptaan” kelas borjuasi
nasional (kapitalis lokal). Program ini juga berisi nasionalisasi besar-besaran
aset swasta asing dan ex perusahaan Belanda dengan melibatkan pengusaha pribumi
dan jenderal-jenderal militer (TNI).
Program ini juga merupakan tonggak masuknya militer sebagai kapitalis
dan munculnya pengusaha-pengusaha dari partai-partai politik. Sistem ekonomi Orde Lama juga masih berada
disekitar jalur industrialisasi. Dalam situasi ini
masih terdapat ilusi tentang tentara yang konstitu sional dan pro-rakyat. Salah
tafsir ini mengingkari bahwa ABRI, yang cikal-bakalnya rakyat, telah dikooptasi
oleh kaum reaksioner, ini membuktikan tentara mempunyai tendensi-tendensi akan
kekuasaan politik. Tendensi ini makin nampak jelas ketika dimasukannya ABRI
sebagai golongan fungsional, jadi dapat dipilih tanpa pemilu. Ini semua
merupakan bentuk kongkrit dari penjabaran konsep Jalan Tengah dari Nasution,
bahwa ABRI harus menjadi kekuatan sosial-politik. konsep ini yang kemudian
dikembangkan oleh Jendral Suharto menjadi Dwi Fungsi ABRI.
Militer yang ingin berkuasa penuh secara politik dengan
konsep jalan tengahnya dan mendapat perlawanan yang keras dari kekuatan buruh
dan tani lewat PKI. Puncaknya meletuslah peristiwa 65 yang lebih kita kenal
dengan G 30 S/PKI. Dan militer akhirnya mengkudeta Soekarno dan membantai massa
dan simpatisan PKI dan Soekarno.
5. Orde Baru dan Kapitalis Bersenjata
Konsolidasi kapitalisme di Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari scenario lembaga-lembaga sistem kapitalisme dunia seperti IMF
dan World Bank. Kapitalisme dengan syarat-syarat kekuatan produktif yang rapuh
dibidang teknologi serta kurangnya dana segar untuk modernisasi menjadikan
penguasa Orba harus bergantung sepenuh-penuhnya pada kekuatan modal
Internasional Jepang, Amerika, Inggris, Jerman, Taiwan, Hongkong, dll.
Pengabdian Orba pada modal semakin membuktikan bahwa pada prinsipnya negara
Orba dibawah kekuasaan yang dipimpin oleh Jendral Soeharto adalah ALAT
KEPENTINGAN-KEPENTINGAN MODAL.
Pada tahapan awal konsolidasi kekuasaannya, Soeharto berhasil memanfaatkan pinjaman
hutang luar negeri dan penanaman modal asing. Soeharto melahirkan orang kaya
baru (OKB) dan tumbuhnya Kapitalis. Soeharto juga memberikan lisensi penuh
kepada sekutu dan kerabatnya untuk monopoli Export-import, penguasaan HPH dan
perkebunan-perkebunan kepada yayasan-yayasan Angkatan Darat. Sehingga seluruh
aset ekonomi kekayaan negara dikuasai oleh kroni-kroni Soeharto. Dan Rezim Orba
ini juga menggunakan kekuatan militernya untuk merefresif, membungkam dan
meredam kekritisan dan protes dari rakyat. Senjatanya yaitu Dwi Fungsi ABRI
dengan manifestasinya yaitu kodam, kodim, korem, koramil, babinsa/binmas. Juga
badan extra yudisialnya seperti BIA, BAIS,dll.
Pada masa kekuasaan Rezim Orba ada beberapa perlawanan
rakyat, tetapi organisasi perlawanannya lemah sehingga dapat dipukul dengan
mudah seperti kasus Aceh, Tanjung Priuk, Lampung,dll. Di Gerakan Mahasiswanya
sendiri Rezom Orba mengeluarkan kebijakan NKK/BKK yang jelas-jelas sangat
meredam kekritisan mahasiswa, dan membuat mahasiswa jadi sulit untuk merespon
kondisi masyarakat Indonesia.
Pada tahun 1997 terjadi krisis yang melanda dunia. Krisis
ini diakibatkan oleh over produksi yang menyebabkan pengembalian modal mengalami
kesulitan. Dampak dari krisis Global ini sangat berpengaruh sekali pada
negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia. Ditambah lagi dengan jatuh
temponya hutang luar negeri. Dampak dari krisis ekonomi di Indonesia awal dari
keruntuhan Rezim Orba.
Runtuhnya Orba yang dimulai dengan krisis ekonomi yang
berkepanjangan di Indonesia. Dampak dari krisis ekonomi tersebut adalah naiknya
harga sembako. Sehingga terjadi pergolakan dimana-mana yang menuntut
diturunkannya harga sembako. Gerakan Mahasiswa yang selama ini vakum mulai
bangkit melawan Rezim otoriter Soeharto. Tuntutan Mahasiswa dan Rakyat yang
tadinya mengangkat isu-isu ekonomis meningkat menjadi isu-isu politis.
Pada tahun 1998 Gerakan Mahasiswa dan Rakyat berhasil
melengserkan Soeharto dari kursi kekuasaannya. Soeharto digantikan oleh Habibie
yang masih anak didiknya. Habibie hanya setahun berkuasa di Indonesia. GusDur
naik sebagai Presiden RI dan Mega sebagai wakilnya melalui Pemilu 1999 yang
katanya demokratis.
6. Indonesia dalam
alam Neo Liberalisme.
Neo liberalisme adalah salah satu bentuk baru
kapitalisme. Jurus neolib ini dilahirkan oleh kapitalisme Internasional
dikarenakan pada saat itu dunia sedang mengalami krisis global. Persaingan
pasar bebas menurut kapitalisme Internasional adalah jawabannya. Sehingga
kesepakatan WTO pada November 1999 di Seattle Amerika adalah tahun 2003 sebagai
tahun diberlakukannya pasar bebas di Indonesia. Dampak dari pasar bebas di
Indonesia ini akan mematikan perekonomian rakyat kecil di Nidonesia. Karena produksi
Indonesia belum mampu bersaing dengan produksi luar negeri, karena keterbatasan
teknologi.
Rezim Mega-Hamzah yang saat ini memimpin Indonesia
ternyata tidak mampu berbuat banyak untuk menolak Neolib ini. Karena
pemerintahan GusDur-Mega masih sangat bergantung pada pinjaman hutang luar
negeri terutama IMF dan World Bank.
Sementara rakyat Indonesia menuntut kepada Rezim yang
baru naik, yang katanya mendapat legitimasi dari rakyat untuk menuntaskan
agenda-agenda Reformasi total, yang beberapa pointnya yaitu pemberantasan KKN,
pemulihan ekonomi, cabut dwi Fungsi TNI/Polri(ABRI), Pengadilan Soeharto &
kroninya serta sita asset-aset kekayaannya untuk subsidi kebutuhan rakyat. Dan
sampai saat ini Rezim Mega-Hamzah belum mampu. Bahkan pemerintahan Mega-Hamzah
membuat konsesi dengan sisa kekuatan lama (sisa Orba dan militer). Inilah yang
membuat terhambatnya proses demikratisasi di Indonesia. Rezim yang diharapkan
rakyat banyak juga menggunakan militer sebagai pendukung kekuasaannya. Ini
terbukti bahwa Rezim Mega-Hamzah sama saja dengan rezim Orba. Bahkan militer
berkali-kali mencoba ingin berkuasa kembali di Indonesia dengan mengeluarkan
jurus pamungkasnya yaitu RUU PKB, dll (terakhir mereka mencoba untuk
mengaburkan tuntutan pencabutan Dwi Fungsi TNI/Polri dengan isu TNI/POLRI
mempunyai hak untuk memilih dan dipilih lewat Pemilu), dan ini justru didukung
oleh Rezim. Ini berarti mereka memberi peluang untuk terjadinya kembali
praktek-praktek militerisme di Indonesia.
7. Hal-hal yang harus kita lakukan untuk merubah
Indonesia.
Untuk merubah Indoneisa, kembali kepada cita-cita
kemerdekaan rakyat Indonesia yang sesungguhnya, yaitu membangun suatu
masyarakat yang adil dan makmur. Kita harus menghancurkan dulu sistem
kapitalisme yang sangat menindas tehadap hak-hak kaum pekerja yang menjadi
mayoritas dari rakyat Indonesia. Kita harus membangun Organisasi-organisasi
perlawanan rakyat untuk menentang segala macam system yang tidak berpihak pada
rakyat. Dan kita juga harus mampu mempelopori membentuk system yang berpihak kepada
rakyat. Sistem yang berpihak kepada
rakyat yaitu system Demokrasi Kerakyatan. Kita harus merebut demokrasi sejati,
untuk itu kita harus mentaskan revolusi demokratik di Indonesia. Kita harus
menegakkan demokrasi sepenuhnya di Indonesia. Demokrasi Tanpa Penindasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar